Pukul tiga sore, ketika hujan turun dan membasahi Taman Dahlia Asri yang berada di depan Pemda Kuningan. Taman tersebut berada di Jalan Siliwangi tepatnya Kuningan kota. Matahari yang biasa condong dibagian barat kini tertutupi awan hitam dan tidak memancarkan cahayanya seperti biasa. Hanya rintikan hujan membasahi setiap jalanan Kuningan kota.
Begitu kulangkahkan kaki di Taman Dahlia Asri, aku terdiam sejenak. Mataku melihat ke segala arah. Disitu tidak ada siapa-siapa, melainkan hanya aku dan temanku. Suasana di taman itu begitu sepi, hanya suara rintikan hujan dan kendaraan yang berlalu-lalang di jalan yang kudengar. Namun suasana hari itu membawa ketenangan dalam diriku. Rintikan hujan dan hembusan angin membuat badanku menggigil kedinginan saat berada di tempat itu.
Taman itu dibatasi dengan pagar tembok dan terdapat dua pagar pintu yang diatasnya bertuliskan “TAMAN DAHLIA ASRI”. Bangunan putih yang cukup luas berdiri di taman itu tepatnya sebelah utara, pintunya hampir tak pernah terbuka, mungkin sesekali saja. Bangunan tersebut terlihat seperti tidak terawat, banyak coretan-coretan di dindingnya. Di tengah-tengah taman terdapat tugu yang tinggi berwarna putih dan kuning emas. Bahkan bunga-bunga berwarna ungu mengelilingi lingkaran yang melingkari tugu tersebut. Banyak pohon tinggi dan bunga yang menghiasi disetiap sudut taman itu. Banyak bunga yang ditanam di taman itu, ada yang ditanam di tanah ada juga yang ditanam didalam pot. Disitu pun terdapat tempat duduk yang terbuat dari batu bata dan semen dengan di cat warna abu. Dua tiang kecil dan tinggi berwarna hijau berada di sebelah kanan dan kiriku, di setiap tiang itu terdapat dua buah bulatan putih yang ternyata itu lampu.
Kulihat pohon, bunga-bunga bahkan rumput itu masih basah karena hujan belum juga reda. Di sekelilingku tidak nampak sampah berserakan, yang ada hanyalah daun-daun kering yang jatuh dari pohonnya. ketika aku berjalan ke arah timur, ada anak tangga ke arah bawah. Disitu juga nampak seperti yang sebelumnya aku lihat, banyak pohon dan bunga-bunga yang menghiasi taman itu, namun disitu tidak ada tugu yang menjulang tinggi. Di taman yang berada dibawah itu terdengar suara orang-orang yang sedang bercanda dan ternyata itu suara anak-anak SMA yang sedang berada di lantai dua sekolah mereka, karena di belakang Taman Dahlia Asri itu terdapat Sekolah Menengah Atas yaitu SMA Negeri 3 Kuningan.
Waktu pun tidak terasa semakin sore, dan hujan pun belum reda juga malah semakin lebat. Akhirnya aku dan temanku memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing, dengan baju dan badan yang basah karena hujan.
Minggu, 09 Desember 2012
Jumat, 07 Desember 2012
Sejarah Daerah Awirarangan, Kuningan (Jawa Barat)
Asal Mula/Sejarah Daerah Awirarangan
Banyak yang memprediksikan bahwa daerah Awirarangan itu berasal dari kata Awirangrangan, namun prediksi itu salah. Awirarangan berasal dari kata Wi dan Larangan. Kata Wi yang berarti Wiwitan (permulaan, awal) dan kata Larangan yang berarti cegahan atau pantangan. Jadi, di daerah Awirarangan itu banyak sekali larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan, seperti bersiul, meniup seruling, makan sambil jongkok, menganggap pertunjukan wayang dan lain-lain. Apabila warga Awirarangan itu sendiri melanggar larangan-larangan tersebut maka ada dampak negatif bagi yang melanggarnya.
Menurut cerita, Awirarangan dibuka oleh para Abdi Dalem Prabu Siliwangi yang diantaranya yaitu Eyang Weri Kusuma, Buyut Kentuy, Karanginan, Karang Asem, Singa Merta, Singa Dinata, Buyut Kenayu, Buyut Empang, Eyang Tarik Kolot. Dan yang sekarang kuburan mereka pun sebagian ada di wilayah Awirarangan.
Dulu daerah Awirarangan merupakan hutan belantara, dari hutan belantara itu terbentuk perkampungan terpencil yang sedikit-sedikit berubah menjadi pemukiman warga. Untuk menunjang kebutuhan hidup masyarakat atau warganya maka dibentuk sawah, ladang dan perkebunan. Dulu Awirarangan merupakan bagian dari desa Kuningan dan statusnya sebagai kampung atau dusun.
Daerah Awirarangan mengalami 4 kali perubahan batasan wilayah.
Yang Pertama batasan wilayah Awirarangan yaitu :
Barat : Jalan Siliwangi
Utara : Lingkungan stadion
Timur : Berbatasan dengan kelurahan Winduhaji
Selatan : Lebak Cangkuang
Pada perubahan kedua batasan wilayah Awirarangan jadi menyempit, batas wilayah tersebut yaitu :
Barat : Jalur pasar kepuh
Utara : Lebak Kardin
Timur : Berbatasan dengan kelurahan Winduhaji
Selatan : Lebak Cangkuang
Perubahan ketiga wilayah Awirarangan semakin menyempit dengan batas wilayah yaitu :
Barat : Jalan Ir. H. Juanda
Utara : Lebak Kardin
Timur : Berbatasan dengan kelurahan Winduhaji
Selatan : Jl. Sudirman (Serang)
Pada perubahan batasan wilayah yang ketiga, Bojong masuk ke Kampung Cangkuang.
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan penduduk, Awirarangan dipisahkan dari Kelurahan Kuningan mulai tanggal 7 Maret 2001 dan Awirarangan menjadi sebuah Kelurahan dengan batas Wilayah :
Barat : Jl. Ir. H. Juanda
Utara : Lebak Kardin
Timur : Berbatasan dengan Winduhaji
Selatan : Bojong ( yang kembali masuk ke daerah Awirarangan dan dilepas dari Kampung Cangkuang)
Adat Istiadat Daerah Awirarangan
Dalam perkembangannya Awirarangan termasuk daerah perkotaan sehingga adat yang dimiliki oleh daerah Awirarangannya sendiri sudah mulai terkikis dengan perkembangan zaman dan akibat pengaruh globalisasi kependudukan sehingga adat istiadat yang sekarang sudah tercampur. Apalagi ada diantaranya yang sudah hilang dan tidak dikenal lagi oleh generasi-generasi muda sekarang.
Adapun adat istiadat Awirarangan yang sudah hilang diantaranya :
1. Sabumi atau Hajat Sura
Sabumi atau Hajat Sura yaitu berdoa bersama di tanah lapang/di tempat terbuka untuk memohon keselamatan. Sabumi/Hajat Sura ini selalu diadakan setiap bulan Sura atau Muharram. Sekarang adat istiadat ini sudah tidak dikenal oleh generasi-generasi muda namun hanya orang tua terdahulu yang masih melakukan adat istiadat ini.
2. Ngujuban atau Hajat Kliwon
Ngujuban atau Hajat Kliwon merupakan permohonan doa oleh pribadi seseorang/keluarga tertentu yang dilakukan setiap malam jumat kliwon. Selain doa yang dipanjatkan ada juga sesajen yang disediakan untuk dinikmati oleh keluarganya sendiri setelah acara ngujuban itu selesai. Sekarang adat istiadat ini sudah tidak dikenal oleh generasi-generasi muda namun hanya orang tua terdahulu yang masih melakukan adat istiadat ini dan orang-orang yang masih memegang kepercayaan tersebut.
3. Muput atau Nebus Weteng
Muput atau Nebus Weteng yaitu pengasapan bagi wanita yang baru melahirkan.
4. Busaran
Busaran yaitu meratakan gigi dengan adat-adat tertentu.
5. Memeongan
Memeongan merupakan adat istiadat yang dilakukan apabila ada seorang adik yang melangkahi kakanya untuk menikah duluan di dalam satu keluarga.
6. Bobotan
Bobotan dilakukan kepada bayi yang lahir di bulan Safar. Proses bobotan sama seperti proses pertimbangan berat badan bayi tetapi bobotan ini penimbangan bayi beserta harta benda. Semakin berat badan bayi semakin banyak pula harta benda yang harus dikeluarkan. Biasanya hasil dari bobotan tersebut disedekahkan kepada fakir miskin dengan tujuan menghilangkan bala bagi si bayi yang baru lahir.
Adapun adat istiadat Awirarangan yang masih ada sampai sekarang diantaranya :
1. Babarit
2. Nyungsung
Nyungsung merupakan persembahan sesajen ke tempat keramat oleh warga yang akan melaksanakan hajat.
3. Rendengan Pengantin
Rendengan Pengantin merupakan prosesi adat pengantin
4. Ngabarangsang
Ngabarangsang yaitu membakar cabe dan garam bagi mereka yang akan melaksanakan hajat.
Adat istiadat yag dimiliki daerah Awirarangan dulu lebih banyak dibanding dengan adat istiadat yang masih ada sekarang.
Sumber : Bapak Endi
Banyak yang memprediksikan bahwa daerah Awirarangan itu berasal dari kata Awirangrangan, namun prediksi itu salah. Awirarangan berasal dari kata Wi dan Larangan. Kata Wi yang berarti Wiwitan (permulaan, awal) dan kata Larangan yang berarti cegahan atau pantangan. Jadi, di daerah Awirarangan itu banyak sekali larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan, seperti bersiul, meniup seruling, makan sambil jongkok, menganggap pertunjukan wayang dan lain-lain. Apabila warga Awirarangan itu sendiri melanggar larangan-larangan tersebut maka ada dampak negatif bagi yang melanggarnya.
Menurut cerita, Awirarangan dibuka oleh para Abdi Dalem Prabu Siliwangi yang diantaranya yaitu Eyang Weri Kusuma, Buyut Kentuy, Karanginan, Karang Asem, Singa Merta, Singa Dinata, Buyut Kenayu, Buyut Empang, Eyang Tarik Kolot. Dan yang sekarang kuburan mereka pun sebagian ada di wilayah Awirarangan.
Dulu daerah Awirarangan merupakan hutan belantara, dari hutan belantara itu terbentuk perkampungan terpencil yang sedikit-sedikit berubah menjadi pemukiman warga. Untuk menunjang kebutuhan hidup masyarakat atau warganya maka dibentuk sawah, ladang dan perkebunan. Dulu Awirarangan merupakan bagian dari desa Kuningan dan statusnya sebagai kampung atau dusun.
Daerah Awirarangan mengalami 4 kali perubahan batasan wilayah.
Yang Pertama batasan wilayah Awirarangan yaitu :
Barat : Jalan Siliwangi
Utara : Lingkungan stadion
Timur : Berbatasan dengan kelurahan Winduhaji
Selatan : Lebak Cangkuang
Pada perubahan kedua batasan wilayah Awirarangan jadi menyempit, batas wilayah tersebut yaitu :
Barat : Jalur pasar kepuh
Utara : Lebak Kardin
Timur : Berbatasan dengan kelurahan Winduhaji
Selatan : Lebak Cangkuang
Perubahan ketiga wilayah Awirarangan semakin menyempit dengan batas wilayah yaitu :
Barat : Jalan Ir. H. Juanda
Utara : Lebak Kardin
Timur : Berbatasan dengan kelurahan Winduhaji
Selatan : Jl. Sudirman (Serang)
Pada perubahan batasan wilayah yang ketiga, Bojong masuk ke Kampung Cangkuang.
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan penduduk, Awirarangan dipisahkan dari Kelurahan Kuningan mulai tanggal 7 Maret 2001 dan Awirarangan menjadi sebuah Kelurahan dengan batas Wilayah :
Barat : Jl. Ir. H. Juanda
Utara : Lebak Kardin
Timur : Berbatasan dengan Winduhaji
Selatan : Bojong ( yang kembali masuk ke daerah Awirarangan dan dilepas dari Kampung Cangkuang)
Adat Istiadat Daerah Awirarangan
Dalam perkembangannya Awirarangan termasuk daerah perkotaan sehingga adat yang dimiliki oleh daerah Awirarangannya sendiri sudah mulai terkikis dengan perkembangan zaman dan akibat pengaruh globalisasi kependudukan sehingga adat istiadat yang sekarang sudah tercampur. Apalagi ada diantaranya yang sudah hilang dan tidak dikenal lagi oleh generasi-generasi muda sekarang.
Adapun adat istiadat Awirarangan yang sudah hilang diantaranya :
1. Sabumi atau Hajat Sura
Sabumi atau Hajat Sura yaitu berdoa bersama di tanah lapang/di tempat terbuka untuk memohon keselamatan. Sabumi/Hajat Sura ini selalu diadakan setiap bulan Sura atau Muharram. Sekarang adat istiadat ini sudah tidak dikenal oleh generasi-generasi muda namun hanya orang tua terdahulu yang masih melakukan adat istiadat ini.
2. Ngujuban atau Hajat Kliwon
Ngujuban atau Hajat Kliwon merupakan permohonan doa oleh pribadi seseorang/keluarga tertentu yang dilakukan setiap malam jumat kliwon. Selain doa yang dipanjatkan ada juga sesajen yang disediakan untuk dinikmati oleh keluarganya sendiri setelah acara ngujuban itu selesai. Sekarang adat istiadat ini sudah tidak dikenal oleh generasi-generasi muda namun hanya orang tua terdahulu yang masih melakukan adat istiadat ini dan orang-orang yang masih memegang kepercayaan tersebut.
3. Muput atau Nebus Weteng
Muput atau Nebus Weteng yaitu pengasapan bagi wanita yang baru melahirkan.
4. Busaran
Busaran yaitu meratakan gigi dengan adat-adat tertentu.
5. Memeongan
Memeongan merupakan adat istiadat yang dilakukan apabila ada seorang adik yang melangkahi kakanya untuk menikah duluan di dalam satu keluarga.
6. Bobotan
Bobotan dilakukan kepada bayi yang lahir di bulan Safar. Proses bobotan sama seperti proses pertimbangan berat badan bayi tetapi bobotan ini penimbangan bayi beserta harta benda. Semakin berat badan bayi semakin banyak pula harta benda yang harus dikeluarkan. Biasanya hasil dari bobotan tersebut disedekahkan kepada fakir miskin dengan tujuan menghilangkan bala bagi si bayi yang baru lahir.
Adapun adat istiadat Awirarangan yang masih ada sampai sekarang diantaranya :
1. Babarit
2. Nyungsung
Nyungsung merupakan persembahan sesajen ke tempat keramat oleh warga yang akan melaksanakan hajat.
3. Rendengan Pengantin
Rendengan Pengantin merupakan prosesi adat pengantin
4. Ngabarangsang
Ngabarangsang yaitu membakar cabe dan garam bagi mereka yang akan melaksanakan hajat.
Adat istiadat yag dimiliki daerah Awirarangan dulu lebih banyak dibanding dengan adat istiadat yang masih ada sekarang.
Sumber : Bapak Endi
Langganan:
Postingan (Atom)